Kamis, 29 November 2012

MAKALAH TENTANG PENGERTIAN, UNSUR-UNSUR, DAN SISTEM PENDIDIKAN



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan batasan tentang Pendidikan
a.    Pendidikan sebagai Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusya.
Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok untuk diteruskan misalnya nilai-nilia kejujuran, rasa tanggung jawab, dan yang lain-lain.
Disini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas meyiapkan peserta didik untuk hari esok.
b.    Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan di artikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya keperibadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap berkesinambungan (prosedural) dan sistemik oleh karena berlangsung dalam kondisi di semua lingkungan yang saling mengisi. Bagi mereka yang sudah dewasa tetap dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat serempak dengan meningkatnya tantangan hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini dikenal apa yang disebut dengan pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan pribadi mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang sejalan dengan perkembangan fisik.
a.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Tentu saja istilah baik di sini bersifat relatif, tergantung kepada tujuan nasional dari masing-masing bangsa,  oleh kerena masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda.
Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada terkecualinya.
b.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan pembimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak bergantung dan mengganggu orang lain. Melalui kegiatan bekerja seseorang mendapat kepuasan bukan saja karena menerima imbalan melainkan juga karena seseorang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain (jasa ataupun benda), bergaul, berkreasi, dan bersibuk diri. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas kita melihat yang sebalikya, yaitu ketika seseorang mengaggur dan tidak tau apa yang harus dikerjakan.
c.    Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

B.  Tujuan dan proses pendidikan.
Tujuan pendidikan memuat tentang gambaran nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah.
Tujuan pendidikan yang dimaksud disini adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh semua lembaga pendidikan, baik formal, nonformal maupun informal yang berada dalam masyarakat dan negara Indonesia. Telah dikatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara yang bersangkutan. Berikut ini beberapa contoh rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan dalam ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989:
a.      Di dalam Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3 dicantumkan: “Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan isi Undang-Undang Dasar 1945”.
b.      Tap MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan: “Pendidikan Nasional ... bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Tujuan pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No. 2 Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
2.      Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu  meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3.      TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.

c.      Yang terakhir, di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang system pendidikan nasional Bab II pasal 4 dikemukakan:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman bertakwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketramplilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, cerdas, terampil serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Proses pendidikan
                 Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan.
                 Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaanyna. Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya sarana dan prasarana serta biaya yang cukup, jika tidak ditunjang dengan pengelolaan yang handal, maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
                 Yang menjadi tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal itu.

C.  Konsep pendidikan sepanjang hayat (PSH)
                 PSH yang dalam prakteknya telah berangsung secara alamiah dalam kehidupan manusia itu dalam perjalanannya menjadi pudar, disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan sekolaha di tengah-tengah masyarakat. Seolah sekolah membentuk masyarakat khusus yang mempersiapkan diri untuk kehidupan di hari depan, bukan kehidupan sekarang ini, dengan membekali diri berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan menurut porsi yang telah ditetapkan dengan keyakinan bahwa bekal tersebut pasti cocok dengan tuntutan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat selalu berubah dengan membawa tuntuta-tuntutan baru. Bekal yang telah dipersiapkan secara baku pada saat seseorang ditempa di sekolah tidak selalu sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang nanti akan diterjuni.
     PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan sekolah, PSH merupakan sesuatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali oleh Comenius 3 abad yang lalu (di abad 16) dan John Dewey 40 tahun lalu (yaitu tahun 50-an). Selanjutnya PSH didefenisikan sebagai tujuan ... untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Cropley:67).
     Di dalam tulisan Croley dengan memperhatikan masukan dari sebagian pemerhati pendidikan mengemukakan beberapa alasan mengapa PSH diperlukan, beberapa alasanya antara lain: “Keadilan, ekonomi (biaya pendidikan). Perubahan perencanaan, perkembangan teknologi, faktor vokasional, kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal” (Cropley:32-34).

D.      Kemandirian dalam belajar
a.                  Arti dan prinsip yang melandasi
            Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar.
b.                  Alasan yang menopang
            Serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan yang memperkuat konsep kemandirian dalam belajar. (Semiawan,1988) mengemukakan alasan sebagai berikut;
1)      Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik.
2)      Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif.
3)      Para ahli umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami dan mempraktekkan sendiri.
4)      Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik.

Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu:
1)        Subyek yang dibimbing (peserta didik).
2)        Orang yang membibimbing (pendidik).
3)        Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
4)        Kearah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
5)        Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
6)        Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
7)        Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).

        Penjelasan:
1.     Peserta Didik
                 Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a.          Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b.     Individu yang sedang berkembang.
c.          Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d.     Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.    Orang yang membimbing (pendidik)
       Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
3.    Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
                 Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
4.    Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a.     Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
b.    Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

C.       Pendidikan Sebagai Sistem
Banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan arti kata “sistem”, di antaranya sebagai berikut:
a.     “Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh “(Amirin, 1992:10).
b.    “Sistem merupakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sana berfungsi untuk mencapai suatu tujuan” (Amirin, 1992:10).
c.     “Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang teroganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu “(Amirin, 1992:11).

            Dengan demikian sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan integral dari sejumlah komponen. Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling berpengaruh dengan fungsinya masing-masing, tetapi secara fungsi komponen-komponen itu terarah pada pencapaian satu tujuan (yaitu tujuan dari sistem).

komponen dan saling hubungan antara komponen dalam sistem pendidikan
            Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Untuk melihat komponen sistem pendidikan, dibawah ini dikemukakan pengandaian Toffler.
Toffler (1970) menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik . Memang sebenarnya usaha pendidika itu tidak dapat disamakan dengan pabrik. Tetapi jika dilihat dari segi proses mekanismenya, ada persamaan antara keduanya.
Segenap lingkungan yang berpengaruh terhadap pemrosesan masukan mentah disebut masukan lingkungan (environmental input). Komponen-komponen yang menunjang sistem pabrik melliputi:
a.         Masukan mentah (raw input).
b.        Masukan instrumental.
c.         Masukan lingkungan (environmental input).
Apa yang dikemukakan di atas digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1.1 Model/sistem terbuka

Gambar tersebut mengilustrasikan apa yang biasamya disebut “model sistem terbuka”. Disebut terbuka karena model tersebut menggambarkan model sistem pada umunya yang berlaku atau terdapat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan:
a.         Sistem baru merupakan masukan mentah (raw input) yang akan diproses menjadi tamatan (output).
b.        Guru dan tenaga non guru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan. sarana dan prasarana merupakan masukan instrumental (instrumental input) yang memungkinkan dilaksanakannya proses masukan mentah menjadi tamatan.
c.                   Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan Negara merupakan faktor lingkungan  atau masukan lingkungan (environmental input) yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemrosesan masukan mentah.
Sistem pendidikan tersebut secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.2 Sistem pendidikan

Hubungan sistem pendidikan dengan sistem lain dan perubahan kedudukan dari sistem
            Pada bagian ini komponen-komponen masukan lingkungan yang tersebut di atas dilihat dari sistem yang berdiri sendiri, sederajat dengan sistem pendidikan. Bagaimana bisa demikian? apakah hal itu mungkin? jawabnya ya. Sebab suatu komponen dapat berubah status menjadi sistem, apabila komponen tersebut dilihat secara tersendiri dan ternyata terdiri dari sejumlah sub-sistem
Bagaimana perubahan sistem dari komponen menjadi sistem dan sebaliknya seperti telah dikemukakan, akan dijelaskan menggunakan gambar di bawah ini.
Gambar 1.3 Diagram hierarki suprasistem dan sub sistem (komponen)

E.  Pemecahan masalah pendidikan secara sistematik
a.    Cara memandang sistem
                    Sebenarnya, perubahan cara memandang suatu status dari komponen menjadi sistem ataupun sebaliknya, suatu sistem menjadi komponen dari sistem yang lebih besar, tidak lain daripada perubahan cara memandang ruang lingkup suatu sistem atau dengan kata lain ruang lingkup suatu permasalahan.
                    Jika sebuah komponen suatu sistem dipisahkan dari komponen-komponen yang lain, dan dikaji secara tersendiri, maksudnya tidak lain adalah agar komponen tersebut dapat dianalisis secara lebih mendalam. Bagian-bagiannya  (sub komponennya) dapat dianalisis fungsinya secara lebih khusus dan mendalam, demikian pula hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang laindapat dipahami lebih seksama, sehingga dapat ditemukan cara-cara pemecahan secara lebih baik.
                   Selanjutnya, memandang suatu sistem dalam konteks ruang lingkup yang lebih besar (supra sistem) mmempunyai manfaat agar kita memandang suatu persoalan tidak lepas dari hal-hal yang melatarbelakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah sistem sebagai produk budi daya atau rekayasa, seperti sistem pendidikan, tentu terdapat konsep dan cita-cita.
b.    Analisis sistem dalam pendidikan
             Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk     memaksimalkan pencaaian tujuan dengan cara yang efisien dan efektif.
            Prinsip utama dari penggunaan analisis sistem ialah: bahwa kita dipersyaratkan untuk berfikir secara sistematik, artinya kita harus memperhitungkan segenap komponen yang terlibat dalam masalah pendidikan yang akan dipecahkan. Cara demikian memungkinkan kita untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan setelah melihat suatu alternatif sebagai satu-satunya yang dapat digunakan.
             Untuk dapat memecahkan masalah pendidikan, berbagai komponan dalam sistem pendidikan perlu dikenali secara tuntas, agar dapat ditemukan komponen-komponen mana yang mengandung kelemahan dan perlu dibenahi serta dikembangkan. Dengan demikian segenap komponen dapat berfungsi secara penuh.
            Kadang-kadang bisa terjadi bahwa kondisi semua komponen pendukung sistem pendidikan sudah baik. Mungkin yang belum baik adalah hubungan antar  komponen. Jika terjadi hal yang demikian maka usaha perbaikan sntar komponen cukup diarahkan kepada perbaikan hubungan antar komponen, sedangkan terhadap komponennya sendiri tidak perlu.
Dengan demikian, jika tujuan sistem tidak tercapai sepenuhnya, maka dapat diusahakan:
a.       Menemukan komponen yang mengandung kelemahan.
b.      Menemukan hubungan antar komponen yang mengandung kelemahan.
c.       Memperbaiki komponen dan ataupun hubungan antar komponen yang lemah tersebut.
d.   Saling hubungan antar komponen
            Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala komponen tersebut tidak berhubungan secara fungsional dengan komponen yang lain. Hubungan fungsional antar komponen ini berupa hubungan yang bersifat dinamis antar komponen-komponen dan gerak fungsi dari seluruh komponen terarah kepada tujuan sistem.
            Dilihat dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya setiap sistem dibangun dengan maksud untuk pencapaian tujuan secara optimal. Jika optimasi pencapaian tujuan tetap dipertahankan, akan tetapi masih terdapat komponen yang kualitasnya kurang baik ataupun komponen yang berubah, logikanya harus ada komponen lain yang dapat mengimbangi atau menutup kekurangan dengan menggantikan fungsi dari komponen yang pertama tadi. Jika tidak, maka target tujuan tidak tercapai.
Penjelasan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1.4 Hubungan antar komponen dalam sebuah sistem

e.    Hubungan sistem dengan supra sistem
            Telah dijelaskan bahwa di dalam suatu sistem, komponen-komponen saling berhubungan. Dalam ruang lingkup yang besar (ruang lingkup makro) terlihat pula sistem yang satu saling berhubungan dengan sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sedangkan segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan pembinaan dan pengembangan.
            Antara sistem tersebut terdapat hubungan hubungan fungsional yang bersifat saling menunjang. Berdasarkan ini pula maka sistem pendidikan hanya dapat dibina dan berkembang dengan baik apabila strategi pengembangannya mengindahkan pengembangan yang terjadi pada sistem-sistem yang lain. Sistem-sistem tersebut membentuk suatu supra sistem
Gambar di bawah ini mengilustrasikan penjelasan tersebut.

Gambar 1.5 Hubungan antar sistem dalam supra sistem

f.     Proses dan tujuan sistem pendidikan
            Pada bagian terdahulu dijelaskan bahwa sistem pendidikan memprose masukan mentah  dengan menggunakan masukan instrumental sehingga menjadi keluaran, yaitu tamatan. bagaimana wujud keluaran yang dikehendaki, menjadi tujuan dari sistem pendidikan. Tujuan ini memberikan arah pada kegiatan sistem, yang memproses masukan mentah. Secara operasional tujuan tersebut menentukan isi dari masing-masing komponen masukan instrumental.
            Bisa dikatakan tujuan bersifat normatif (mengandung norma-norma yang harus dicapai dan mengikat komponen-komponen yang lain). Apabila misalnya terjadi perubahan prioritas dari butir-butir isi tujuan, maka dalam pemrosesannya akan membawa perubahan pada komponen-komponen masukan instrumental.
F.   Keterkaitan antara pengajaran dan pendidikan
            Istilah pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan aspek pengetahuan, Disebut “pengajaran”, dan jika aspek pembentukan sikap menjadi tekanan disebut “pendidikan”. Di samping dua sisi yang dikemukakan, jika pengajaran ingin dibedakan dari pendidikan, masih ada segi-segi lain yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pengajaran (instruction)
Pendidikan (education)
-     lebih menekankan pada  penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang/program tertentu seperti pertanian, kesehatan, dan lain-lain
-     lebih menekankan pada pembentukan manusia (penanaman sikap dan nilai-nilai).
-          memakan waktu relatif pendek
-     Memakan waktu relatif panjang
-     Metode lebih bersifat rasional, teknis praktis
-     Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi

Pembedaan dilakukan dengan maksud untuk keperluan analisis, agar masing-masing segi dapat didalami. Di dalam praktek pelaksanaan pendidikan, keduan-duanya diupayakan menyatu. Semakin luas dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang, semakin kukuh terbentuknya sikap dan nilai-nilai, sebaliknya kualitas sifat dapat mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan ilmu seseorang.

G. Pendidikan prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice education) sebagai sebuah sistem
     Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal kepada calon pekerja dalam bidang tertentu dalam periode tertentu. Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain.
            Dahulu pada masa dimana pekerjaan lebih bersifat statis dan kurang bervariasi, ada kecenderungan pendidikan prajabatan diutamakan sedangkan pendidikan dalam jabatan tidak dipandang sebagai suatu yang penting selaku sarana penyiapan tenaga kerja maupun selaku upaya pengembangan diri sebagai anggota masyarakat yang senantiasa ditantang ole kemajuan. Anggapan seperti ini masih sejalan dengan kondisi dimana sifat pekerjaan yang umumnya relatif konstan. Sehingga untuk itu penyiapan bekalnya melalui pendidikan prajabatan dapat dirancang semantap-mantapnya.
            Tetapi kini dan lebih-lebih pada masa mendatang di mana lapangan kerja besrta  kondisinya sangat kompleks serta menuntut persyaratan-persyaratan yang mungkin saja selalu berubah, maka penyiapan tenaga kerja tidak perlu dibekali secara ketat melalui pendidikan prajabatan yang relatif lama. Sebab bekal yang ketat dan mantap itu suatu saat mungkin saja berubah, sehingga dengan demikian pemberian bekal tambahan melalui pendidikan dalam jabatan yang sifatnya lebih dinamis, bervariasi dan memakan tenggang waktu yang tidak lama dipandang lebih sinkron dengan tuntutan pekerjaan yang lebih sering berubah itu.

H.  Pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagai sebuah sistem
            Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi (PT). Sementara itu pendidikan taman kanak-kanak masih dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjembatani anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah dasar. Biasa juga disebut pendidikan prasekolah dasar (pra-elementary school). Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan setiap warga negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal manimal sampai tingkat SMP.
            Bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan pendidikan non formal, untuk memperoleh bekal guna terjun ke masyarakat. Pendidikan non formal sebagai mitra pendidikan formal semakin hari semakin berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat dan ketenagakerjaan.
Hal-hal yang menjadi faktor pendorong perkembangan pendidikan nonformal ialah:
1.        Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak dapat melnjutkan sekolah, sedangkan mereka terdorong untuk memasuki lapangan kerja dengan harus memiliki ketrampilan tertentu yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja.
2.        Lapangan kerja, khususnya sektor swasta, mengalami perkembangan cukup pesat dan lebih pesat ketimbang perkembangan sektor pemerintah. Masing-masing lapangan kerja tersebut menuntut persyaratan-persyaratan khusus, yang lazimnya belum dipersiapkan oleh pendidikan formal.
Selanjutnya pendidikan informal sebagai suatu fase pendidikan yang berada di samping dan di dalam pendidikan formal dan nonformal sangat menunjang keduanya. Sebenarnya, tidak sulit untuk dipahami karena sebagian besar peserta didik adalah justru berada di dalam rung lingkup yang sifatnya informal.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar