BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan batasan tentang Pendidikan
a.
Pendidikan
sebagai Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan
sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.
Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di
dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat
kebiasaan-kebiasaan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal
tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan,
istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusya.
Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses
transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi
yaitu nilai-nilai yang masih cocok untuk diteruskan misalnya nilai-nilia
kejujuran, rasa tanggung jawab, dan yang lain-lain.
Disini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak
semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai
tugas meyiapkan peserta didik untuk hari esok.
b.
Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan di artikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya keperibadian peserta didik.
Sistematis oleh karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap berkesinambungan
(prosedural) dan sistemik oleh karena berlangsung dalam kondisi di semua
lingkungan yang saling mengisi. Bagi mereka yang sudah dewasa tetap dituntut
adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat serempak dengan
meningkatnya tantangan hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini dikenal
apa yang disebut dengan pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan pribadi mencakup
pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang
sejalan dengan perkembangan fisik.
a.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai
suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Tentu
saja istilah baik di sini bersifat relatif, tergantung kepada tujuan nasional dari
masing-masing bangsa, oleh kerena masing-masing bangsa mempunyai falsafah
hidup yang berbeda-beda.
Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi
yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini ditetapkan dalam UUD
1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tak ada terkecualinya.
b.
Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan
tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan pembimbing peserta didik sehingga
memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa sikap, pengetahuan,
dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting
dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak bergantung
dan mengganggu orang lain. Melalui kegiatan bekerja seseorang mendapat kepuasan
bukan saja karena menerima imbalan melainkan juga karena seseorang dapat
memberikan sesuatu kepada orang lain (jasa ataupun benda), bergaul, berkreasi,
dan bersibuk diri. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas kita melihat yang
sebalikya, yaitu ketika seseorang mengaggur dan tidak tau apa yang harus
dikerjakan.
c.
Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP
7 pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai
berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan
berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk
memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
B. Tujuan dan proses pendidikan.
Tujuan pendidikan memuat tentang gambaran nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan
menduduki posisi penting diantara komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan
bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata
terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian
maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap
menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah.
Tujuan pendidikan yang dimaksud disini adalah tujuan akhir
yang akan dicapai oleh semua lembaga pendidikan, baik formal, nonformal maupun
informal yang berada dalam masyarakat dan negara Indonesia. Telah dikatakan
bahwa rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan
tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara yang bersangkutan. Berikut
ini beberapa contoh rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan dalam
ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989:
a.
Di
dalam Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3 dicantumkan: “Tujuan
pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan
seperti yang dikehendaki Pembukaan dan isi Undang-Undang Dasar 1945”.
b.
Tap
MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan: “Pendidikan Nasional ... bertujuan meningkatkan
ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Tujuan pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No. 2
Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan berbangsa.
2.
Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP
MPR NO II/MPR/1993 yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial,
serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan,
serta berorientasi masa depan.
3.
TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan
adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila
dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan
untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat
menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub
dalam UUD 1945.
c.
Yang
terakhir, di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang system pendidikan
nasional Bab II pasal 4 dikemukakan:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman bertakwa
terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan ketramplilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, cerdas, terampil serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Proses pendidikan
Proses pendidikan merupakan
kegiatan mobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada
pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan
sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan.
Kualitas proses pendidikan
menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaanyna.
Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung. Walaupun
komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya sarana dan prasarana serta
biaya yang cukup, jika tidak ditunjang dengan pengelolaan yang handal, maka
pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila
pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan
hasil yang tidak optimal.
Yang menjadi tujuan utama
pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman
belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta didik sebagai
tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal
itu.
C. Konsep pendidikan sepanjang hayat (PSH)
PSH yang dalam prakteknya telah
berangsung secara alamiah dalam kehidupan manusia itu dalam perjalanannya
menjadi pudar, disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan
sekolaha di tengah-tengah masyarakat. Seolah sekolah membentuk masyarakat
khusus yang mempersiapkan diri untuk kehidupan di hari depan, bukan kehidupan
sekarang ini, dengan membekali diri berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan
menurut porsi yang telah ditetapkan dengan keyakinan bahwa bekal tersebut pasti
cocok dengan tuntutan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat selalu
berubah dengan membawa tuntuta-tuntutan baru. Bekal yang telah dipersiapkan
secara baku pada saat seseorang ditempa di sekolah tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan di lapangan yang nanti akan diterjuni.
PSH bertumpu pada keyakinan
bahwa pendidikan itu tidak identik dengan sekolah, PSH merupakan sesuatu proses
berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir
tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali
oleh Comenius 3 abad yang lalu (di abad 16) dan John Dewey 40 tahun lalu (yaitu
tahun 50-an). Selanjutnya PSH didefenisikan sebagai tujuan ... untuk pengorganisasian dan
penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan penstrukturan ini
diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai
paling tua (Cropley:67).
Di dalam tulisan Croley dengan
memperhatikan masukan dari sebagian pemerhati pendidikan mengemukakan beberapa
alasan mengapa PSH diperlukan, beberapa alasanya antara lain: “Keadilan,
ekonomi (biaya pendidikan). Perubahan perencanaan, perkembangan teknologi, faktor
vokasional, kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal”
(Cropley:32-34).
D.
Kemandirian
dalam belajar
a.
Arti dan prinsip yang melandasi
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas
belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan
sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar.
b.
Alasan yang menopang
Serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan
yang memperkuat konsep kemandirian dalam belajar. (Semiawan,1988) mengemukakan
alasan sebagai berikut;
1)
Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat
sehingga tidak mungkin lagi para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua
konsep dan fakta kepada peserta didik.
2)
Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya
relatif.
3)
Para ahli umumnya sependapat, bahwa peserta didik
mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
dengan mengalami dan mempraktekkan sendiri.
4)
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran
pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan
penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik.
Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal,
yaitu:
1)
Subyek yang dibimbing (peserta didik).
2)
Orang yang membibimbing (pendidik).
3)
Interaksi antara peserta didik dengan pendidik
(interaksi edukatif).
4)
Kearah mana bimbingan ditujukan (tujuan
pendidikan).
5)
Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan).
6)
Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan
metode).
7)
Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung
(lingkungan pendidikan).
Penjelasan:
1.
Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai
subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena
peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui
keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang
perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan
psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang
sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan
individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang
memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang
yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik
mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungankeluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung
jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran,
latihan, dan masyarakat.
3. Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi
timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat
pendidikan.
4. Ke
arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala
sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan
pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat
efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang
preventif dan yang kuratif.
b. Tempat Peristiwa
Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri
pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
C.
Pendidikan Sebagai Sistem
Banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan arti kata “sistem”,
di antaranya sebagai berikut:
a.
“Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang
kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau
bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau
utuh “(Amirin, 1992:10).
b.
“Sistem merupakan himpunan komponen yang saling
berkaitan yang bersama-sana berfungsi untuk mencapai suatu tujuan” (Amirin,
1992:10).
c.
“Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem
yang teroganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai suatu
tujuan tertentu “(Amirin, 1992:11).
Dengan demikian sistem
dapat diartikan sebagai suatu kesatuan integral dari sejumlah komponen.
Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling berpengaruh dengan fungsinya
masing-masing, tetapi secara fungsi komponen-komponen itu terarah pada
pencapaian satu tujuan (yaitu tujuan dari sistem).
komponen dan saling hubungan
antara komponen dalam sistem pendidikan
Pendidikan sebagai sebuah sistem
terdiri dari sejumlah komponen. Untuk melihat komponen sistem pendidikan,
dibawah ini dikemukakan pengandaian Toffler.
Toffler (1970) menganalogikan
sekolah dengan sebuah pabrik . Memang sebenarnya usaha pendidika itu tidak
dapat disamakan dengan pabrik. Tetapi jika dilihat dari segi proses
mekanismenya, ada persamaan antara keduanya.
Segenap lingkungan yang
berpengaruh terhadap pemrosesan masukan mentah disebut masukan lingkungan (environmental input). Komponen-komponen
yang menunjang sistem pabrik melliputi:
a.
Masukan mentah (raw
input).
b.
Masukan instrumental.
c.
Masukan lingkungan (environmental
input).
Apa yang dikemukakan di atas
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Model/sistem terbuka
Gambar tersebut
mengilustrasikan apa yang biasamya disebut “model sistem terbuka”. Disebut
terbuka karena model tersebut menggambarkan model sistem pada umunya yang
berlaku atau terdapat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Dalam
bidang pendidikan:
a.
Sistem baru merupakan masukan mentah (raw
input) yang
akan diproses menjadi tamatan (output).
b.
Guru dan tenaga non guru, administrasi sekolah,
kurikulum, anggaran pendidikan. sarana dan prasarana merupakan masukan
instrumental (instrumental input) yang memungkinkan dilaksanakannya proses masukan
mentah menjadi tamatan.
c.
Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat
sekitar, kependudukan, politik dan keamanan Negara merupakan faktor
lingkungan atau masukan lingkungan (environmental
input) yang
secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berperannya masukan
instrumental dalam pemrosesan masukan mentah.
Sistem pendidikan
tersebut secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.2 Sistem
pendidikan
Hubungan sistem
pendidikan dengan sistem lain dan perubahan kedudukan dari sistem
Pada bagian ini komponen-komponen
masukan lingkungan yang tersebut di atas dilihat dari sistem yang berdiri
sendiri, sederajat dengan sistem pendidikan. Bagaimana bisa demikian? apakah
hal itu mungkin? jawabnya ya. Sebab suatu komponen dapat berubah status menjadi
sistem, apabila komponen tersebut dilihat secara tersendiri dan ternyata
terdiri dari sejumlah sub-sistem
Bagaimana
perubahan sistem dari komponen menjadi sistem dan sebaliknya seperti telah
dikemukakan, akan dijelaskan menggunakan gambar di bawah ini.
Gambar 1.3 Diagram hierarki
suprasistem dan sub sistem (komponen)
E. Pemecahan masalah pendidikan secara sistematik
a.
Cara memandang sistem
Sebenarnya, perubahan cara memandang suatu
status dari komponen menjadi sistem ataupun sebaliknya, suatu sistem menjadi
komponen dari sistem yang lebih besar, tidak lain daripada perubahan cara
memandang ruang lingkup suatu sistem atau dengan kata lain ruang lingkup suatu
permasalahan.
Jika sebuah komponen suatu sistem dipisahkan
dari komponen-komponen yang lain, dan dikaji secara tersendiri, maksudnya tidak
lain adalah agar komponen tersebut dapat dianalisis secara lebih mendalam.
Bagian-bagiannya (sub komponennya) dapat
dianalisis fungsinya secara lebih khusus dan mendalam, demikian pula hubungan
antara bagian yang satu dengan bagian yang laindapat dipahami lebih seksama,
sehingga dapat ditemukan cara-cara pemecahan secara lebih baik.
Selanjutnya, memandang
suatu sistem dalam konteks ruang lingkup yang lebih besar (supra sistem)
mmempunyai manfaat agar kita memandang suatu persoalan tidak lepas dari hal-hal
yang melatarbelakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah sistem
sebagai produk budi daya atau rekayasa, seperti sistem pendidikan, tentu
terdapat konsep dan cita-cita.
b.
Analisis sistem dalam pendidikan
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan
dimaksudkan untuk memaksimalkan
pencaaian tujuan dengan cara yang efisien dan efektif.
Prinsip utama dari penggunaan analisis
sistem ialah: bahwa kita dipersyaratkan untuk berfikir secara sistematik,
artinya kita harus memperhitungkan segenap komponen yang terlibat dalam masalah
pendidikan yang akan dipecahkan. Cara demikian memungkinkan kita untuk tidak
terburu-buru mengambil keputusan setelah melihat suatu alternatif sebagai
satu-satunya yang dapat digunakan.
Untuk dapat memecahkan masalah pendidikan,
berbagai komponan dalam sistem pendidikan perlu dikenali secara tuntas, agar
dapat ditemukan komponen-komponen mana yang mengandung kelemahan dan perlu
dibenahi serta dikembangkan. Dengan demikian segenap komponen dapat berfungsi
secara penuh.
Kadang-kadang bisa terjadi
bahwa kondisi semua komponen pendukung sistem pendidikan sudah baik. Mungkin
yang belum baik adalah hubungan antar
komponen. Jika terjadi hal yang demikian maka usaha perbaikan sntar
komponen cukup diarahkan kepada perbaikan hubungan antar komponen, sedangkan terhadap
komponennya sendiri tidak perlu.
Dengan demikian, jika tujuan sistem tidak tercapai
sepenuhnya, maka dapat diusahakan:
a.
Menemukan komponen yang mengandung kelemahan.
b.
Menemukan hubungan antar komponen yang mengandung
kelemahan.
c.
Memperbaiki komponen dan ataupun hubungan antar
komponen yang lemah tersebut.
d. Saling
hubungan antar komponen
Komponen-komponen
yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi komponen yang
baik saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala
komponen tersebut tidak berhubungan secara fungsional dengan komponen yang
lain. Hubungan fungsional antar komponen ini berupa hubungan yang bersifat
dinamis antar komponen-komponen dan gerak fungsi dari seluruh komponen terarah
kepada tujuan sistem.
Dilihat
dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya setiap sistem dibangun dengan
maksud untuk pencapaian tujuan secara optimal. Jika optimasi pencapaian tujuan
tetap dipertahankan, akan tetapi masih terdapat komponen yang kualitasnya
kurang baik ataupun komponen yang berubah, logikanya harus ada komponen lain
yang dapat mengimbangi atau menutup kekurangan dengan menggantikan fungsi dari
komponen yang pertama tadi. Jika tidak, maka target tujuan tidak tercapai.
Penjelasan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar
1.4 Hubungan antar komponen dalam sebuah sistem
e.
Hubungan sistem dengan supra sistem
Telah
dijelaskan bahwa di dalam suatu sistem, komponen-komponen saling berhubungan.
Dalam ruang lingkup yang besar (ruang lingkup makro) terlihat pula sistem yang
satu saling berhubungan dengan sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena
pada dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan.
Sedangkan segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya
memerlukan pembinaan dan pengembangan.
Antara
sistem tersebut terdapat hubungan hubungan fungsional yang bersifat saling
menunjang. Berdasarkan ini pula maka sistem pendidikan hanya dapat dibina dan
berkembang dengan baik apabila strategi pengembangannya mengindahkan
pengembangan yang terjadi pada sistem-sistem yang lain. Sistem-sistem tersebut
membentuk suatu supra sistem
Gambar di bawah ini mengilustrasikan
penjelasan tersebut.
Gambar
1.5 Hubungan antar sistem dalam supra sistem
f.
Proses dan tujuan sistem pendidikan
Pada
bagian terdahulu dijelaskan bahwa sistem pendidikan memprose masukan
mentah dengan menggunakan masukan
instrumental sehingga menjadi keluaran, yaitu tamatan. bagaimana wujud keluaran
yang dikehendaki, menjadi tujuan dari sistem pendidikan. Tujuan ini memberikan
arah pada kegiatan sistem, yang memproses masukan mentah. Secara operasional
tujuan tersebut menentukan isi dari masing-masing komponen masukan
instrumental.
Bisa
dikatakan tujuan bersifat normatif (mengandung norma-norma yang harus dicapai
dan mengikat komponen-komponen yang lain). Apabila misalnya terjadi perubahan
prioritas dari butir-butir isi tujuan, maka dalam pemrosesannya akan membawa
perubahan pada komponen-komponen masukan instrumental.
F. Keterkaitan antara pengajaran dan pendidikan
Istilah
pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Jika yang
dipersoalkan atau dijadikan tekanan aspek pengetahuan, Disebut “pengajaran”,
dan jika aspek pembentukan sikap menjadi tekanan disebut “pendidikan”. Di
samping dua sisi yang dikemukakan, jika pengajaran ingin dibedakan dari
pendidikan, masih ada segi-segi lain yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pengajaran
(instruction)
|
Pendidikan
(education)
|
-
lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang
bidang/program tertentu seperti pertanian, kesehatan, dan lain-lain
|
-
lebih menekankan pada pembentukan manusia (penanaman
sikap dan nilai-nilai).
|
-
memakan
waktu relatif pendek
|
-
Memakan waktu relatif panjang
|
-
Metode lebih bersifat rasional, teknis praktis
|
-
Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan
manusiawi
|
Pembedaan dilakukan dengan maksud
untuk keperluan analisis, agar masing-masing segi dapat didalami. Di dalam
praktek pelaksanaan pendidikan, keduan-duanya diupayakan menyatu. Semakin luas
dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang, semakin kukuh terbentuknya sikap
dan nilai-nilai, sebaliknya kualitas sifat dapat mempengaruhi usaha memperluas
dan memperdalam wawasan ilmu seseorang.
G. Pendidikan prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice education) sebagai sebuah sistem
Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan
bekal secara formal kepada calon pekerja dalam bidang tertentu dalam periode
tertentu. Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal
tambahan kepada orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan
lain-lain.
Dahulu
pada masa dimana pekerjaan lebih bersifat statis dan kurang bervariasi, ada
kecenderungan pendidikan prajabatan diutamakan sedangkan pendidikan dalam
jabatan tidak dipandang sebagai suatu yang penting selaku sarana penyiapan
tenaga kerja maupun selaku upaya pengembangan diri sebagai anggota masyarakat
yang senantiasa ditantang ole kemajuan. Anggapan seperti ini masih sejalan
dengan kondisi dimana sifat pekerjaan yang umumnya relatif konstan. Sehingga
untuk itu penyiapan bekalnya melalui pendidikan prajabatan dapat dirancang
semantap-mantapnya.
Tetapi
kini dan lebih-lebih pada masa mendatang di mana lapangan kerja besrta kondisinya sangat kompleks serta menuntut
persyaratan-persyaratan yang mungkin saja selalu berubah, maka penyiapan tenaga
kerja tidak perlu dibekali secara ketat melalui pendidikan prajabatan yang
relatif lama. Sebab bekal yang ketat dan mantap itu suatu saat mungkin saja
berubah, sehingga dengan demikian pemberian bekal tambahan melalui pendidikan dalam
jabatan yang sifatnya lebih dinamis, bervariasi dan memakan tenggang waktu yang
tidak lama dipandang lebih sinkron dengan tuntutan pekerjaan yang lebih sering
berubah itu.
H. Pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagai
sebuah sistem
Pendidikan
formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang
pendidikan yang telah baku. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan
perguruan tinggi (PT). Sementara itu pendidikan taman kanak-kanak masih
dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjembatani anak dalam suasana
hidup dalam keluarga dan di sekolah dasar. Biasa juga disebut pendidikan
prasekolah dasar (pra-elementary school).
Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan
setiap warga negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal manimal sampai
tingkat SMP.
Bagi
warga negara yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan pada
jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan pendidikan
non formal, untuk memperoleh bekal guna terjun ke masyarakat. Pendidikan non
formal sebagai mitra pendidikan formal semakin hari semakin berkembang sejalan
dengan perkembangan masyarakat dan ketenagakerjaan.
1.
Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak
dapat melnjutkan sekolah, sedangkan mereka terdorong untuk memasuki lapangan
kerja dengan harus memiliki ketrampilan tertentu yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja.
2.
Lapangan kerja, khususnya sektor swasta, mengalami
perkembangan cukup pesat dan lebih pesat ketimbang perkembangan sektor
pemerintah. Masing-masing lapangan kerja tersebut menuntut
persyaratan-persyaratan khusus, yang lazimnya belum dipersiapkan oleh
pendidikan formal.
Selanjutnya
pendidikan informal sebagai suatu fase pendidikan yang berada di samping dan di
dalam pendidikan formal dan nonformal sangat menunjang keduanya. Sebenarnya,
tidak sulit untuk dipahami karena sebagian besar peserta didik adalah justru
berada di dalam rung lingkup yang sifatnya informal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar